Skip to main content

Open Access Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?

Download Article:

The full text article is available externally.

The article you have requested is supplied via the DOAJ. View from original source.

This article is Open Access under the terms of the Creative Commons CC BY-NC-SA licence.

Demam tifoid pada anak besar (lebih dari usia sepuluh tahun) pada umumnya mempunyai gambaran klinis demam tifoid menyerupai dewasa. Demikian juga derajat berat penyakit akan lebih parah dibandingkan pasien anak yang lebih muda. Oleh karena itu, pengamatan keadaan klinis pasien selama mendapat pengobatan harus dievaluasi dengan cermat terutama mengenai parameter keberhasilan pengobatan seperti keadaan umum, suhu, gejala intestinal, komplikasi baik intra maupun ekstra intestinal, hitung leukosit, fungsi hati, dan asupan cairan serta nutrisi. Pemeriksaan biakan darah terhadap Salmonella typhi merupakan baku emas untuk diagnosis demam tifoid. Walaupun pada saat ini telah terdapat berbagai uji diagnostik cepat (rapid diagnostic test) yang dapat dipergunakan untuk pasien rawat jalan, untuk pasien rawat inap harus dilakukan pemeriksaan biakan Salmonella typhi. Selain untuk menegakkan diagnosis, adanya biakan positif sangat berguna untuk menilai apakah pengobatan empiris yang diberikan saat pertama kali pasien datang ke rumah sakit sudah tepat. Perlu diperhatikan bahwa uji resistensi bakteri harus disertakan pada hasil biakan. Hasil uji resistensi diperlukan dalam menilai antibiotik pilihan alternatif apabila pengobatan empiris tidak seperti yang kita harapkan. Kloramfenikol sampai saat ini masih merupakan pengobatan lini pertama untuk demam tifoid pada anak yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Namun saat ini banyak dilaporkan adanya keadaan multidrug resistance Salmonella typhi (MDSRT), seperti dilaporkan di Pakistan, Mesir, dan Thailand. Maka untuk kasus MDRST diberikan pilihan pengobatan lini kedua yaitu seftriakson atau kuinolon. Namun karena penggunaan kuinolon masih kontroversi untuk anak mengingat dapat menyebabkan artropati, maka seftriakson menjadi pilihan kedua untuk demam tifoid pada anak.

Document Type: Research Article

Affiliations: Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Publication date: 01 January 2016

  • Access Key
  • Free content
  • Partial Free content
  • New content
  • Open access content
  • Partial Open access content
  • Subscribed content
  • Partial Subscribed content
  • Free trial content